search

Sabtu, 04 Juni 2011

Barathayudha

Peperangan identik dengan kekerasan, namun dalam Hakikat Bratayudha arti perang disini akan tetap berhubungan dengan makna Kematian, karena arti kematian tersebut tidak bisa dipisahkan dari proses Peperangan…
Bratayuda yang mempunyai maksud dan makna yaitu ‘ Sakratul maut’, Kurawa mask kedalam Pandawa. Dan wilayah sebenarnya adalah Badan dan Sukma, dan inilah yang menyebabkan Kesempurnaan harus diusahakan, badan dan sukma, keluar masuknya nafas, lebur luluh masuk kedalam bandarullah…
Suyudana beserta seluruh balatentara mati, kemudian Sang Harjuna masuk ke negeri Ngastina berperang sebagai raja, namun sebenarnya Raden Pamadi hanya sebagai pelindung. Sesungguhnya yang menjadi Raja adalah Prabu Parikesit, yang abadi selamanya di negeriNgastina. Adapun maksud parikesit adalah seluruh nafas yang tanpa henti, menjadi sukmana …
Kesempurnaan badan dan sukma identik dengan kesempurnaan keluar masuknya nafas, karena nafas adalah titik hubung penting antara “diri” dengan tubuh, dan pengaturan nafas dapat membersihkan urat2 syaraf dan memeberikan daya kekuatan pada pusat tubuh yang halus…
Pada pengaturan nafas berhasil maka seseorang akan tenggelam akan tujuannya yaitu Tuhan…..Harjuna sebagai lambang Pengetahuan yan benar menghantarkan kesadaran diri berubah pada kesadaran akan Tuhan dalam nuansa Keabadian yang disebut Suksmana dan ini menjadi syarat kemunculan Insan Kamil karena merupakan Tujuan dari manusia dalam pendekatannya pada Tuhan…..
Kematian Angkawijaya…
Adalah putra Raden Parta, maksuda nama angka berarti akal, jaya adalah kemenangan…angka wijaya dibunuh oleh Jayajatra. Akalnya yang baik hilang terlebih dahulu, jika sudah mengerti tentang akal, Jayajatra adalah ‘kepastian’ atau kemenangan( yang membunuh akal ).
Kerajaan jayajatrayang bernama Sindu Kalangan adalah sesuatu yang menyebarkan nafas ke seluruh tubuh, dalam konteks ini penyebaran ini dilakukan oleh darah dengan dorongan denyut nadi dari jantung. Dan sebagai tujuannya adalah memfungsikan organ2 diseluruh tubuh, denyut yang yang mendorong darah ini membawa zat yang ada dalm udara yang dihirup daam nafas setelah terlebih dahulu diolah.
Dalam konteks akal dapat dijabarkan sebagai otak, yang didalamnya terdapat perlengkapan2 untuk berintuisi maupun berpikir sehingga disebut berakal, dan ini yang disebut kinerja akal, tetapi sehebat apapu akal tidak akan bisa berfungsi, tanpa adanya zat2 yang menopang keberadaannya yang disalurkan oleh darah dengan dorongan denyut nadi….pengertian kepastian adalah dipastikan bahwa Akal sangat akan bergantung pada denyut Jantung…
Kematian Jayajatra…
Kerajaannya adalah Sindu Kalangan, yang bermakna ” Menang “, inilah yang menyebarkan nafas ke seluruh tubuh. Terbunuhnya adipati ( angkawijaya ) oleh jayajatra menyebabkan Parta marah. Hilang nafasnya jika sudah muncul insan kamil yaitu sejenis ‘sabda’ yang ada dalam manusia…inilah kematian jayajatra…diibaratkan nafas yang masih berhubungan erat dengan denyut yanbg menyalurkannya, nafas tidak akan sampai pada seluruh organ tubuh tanpa perantara darah dengan denyut nadi dan denyutpun di hidupkan oleh nafas ini…
Kematian Gatotkaca…
Nama lainnya adalah Arimbatmaja, dibunuh oleh raja Ngawangga yang disebabkan oleh senjata panah ( kunta )…yang dalam bahasa arab artinya ‘Alif’, yang artinya “jadi”, sira adalah ‘sir’, kemudian berkumpul menjadi satu…Arti Gatotkaca adalah sesuatu yang ada di angkasa. Pada waktu yang akan datang, saat manusia mati, sesuatu ( mardum = ma’dum / tiada) yang jatuh diangkasa tersebut jatuh ke martabat keempat…menunjukkan keberadaan sesuatu hal yang jika dibandingkan keberadaan mutlak harus ada ( Tuhan ), barang ini tidak ada. Suatu barang itu ada karena keberadaannya diciptakan…seseorang yang menyampaikan pendapat kepada orang lain secara lisan dalam prosesnya harus melalui resonansi diudara ( gelombang rambat) sehingga sampai pada pendengar, jadi gatotkaca diistilahkan sebagai mandum kang aneng tawang adalah ucapan-ucapan…sedangkan senjata Kunta milik Karna…Kun bermakna jadilah dan ta adalah kamu ( jawa kuno ) …Kata kun adalah merupakan sabda Tuhan yang menandakan adanya Dunia Perintah dan Dunia Penciptaan. Ruh manusia ada karena diperintah dan dicitakan dengan sabda Kun.
Ruh itu benar2 sederhana dan tidak dapat dibagi menjadi bagian2, sehingga ia dimiliki oleh Dunia Perintah. Badan merupakan campuran dan dapat dibagi2, ia dimiliki dunia penciptaan. Kata Kun menyiratkan ketetapan Tuhan sedangkan sir berarti “landasan jiwa”…Kunta dapat diinterprestasikan sebagai “ketetapan Tuhan sebagai landasan jiwa” atau perintah Sang Hyang Suksma…sehingga gatotkaca sebagai makhluk harus tunduk pada perintah Tuhan, sehingga kematian membawa dia kembali kemartabat keempat, kealam arwah yang termasuk dalam martabat penciptaan….yang termasuk didalamnya adalah alam arwah, misal(alam ide), ajsam( alam kebendaan )…merupakan martabat terendah tetapi sekaligus juga paling tinggi diantara martabat2 berujud akal, yang mengandung manifestasi absolut. Martabat tersebut adalah Insan…Inilah ketetapan Tuhan sebagai landasan jiwa, mendasari dan menentukan penguasaan atau penerimaan dan penyerapan ucapan ( gatotkaca) orang lain yang didengar melalui telinga ( karna ).
Kematian Karna…
Kematian Raja Ngawangga ( Karna ) disebabkan oleh Raden Pamadi dengan menggunakan panah Pasopati, pasopati bermakna tanda kematian yang berarti hilangnya pendengaran telinga. Karna mati langsung diambil oleh yang punya. Dan raden pamadi adalah merupakan simbol dari kematian karna…
Sebagai alat pendengaran karna tidak lebih hanya penghalang bagi pendengaran raja ( sukma luhur ), da kita melihat raja suyudana adalah sukma luhur…dan ini mengandung makna bahwa sukma luhur atau ruh yang harus terbebaskan dari pengaruh keduniawian, termasuk teling yang harus mendukung tugas ruh yaitu harus mendengarkan hal-hal yang bersifat mendukung demi kebebasan ruh.
Kematian Prabu Salya…
Kematian Raja Mandaraka diakibatkan oleh senjata kalimasada, yang bermakna hilangnya pikiran, sehingga mati pula alam insan (manusia). Prabu salya dapat digambarkan sebagai sukma purba yang menjadi pikiran, berkuasa di mandaraka yang sebenarnya adalah hati…
Dalam konteks hati ada 2 makna….pertama disebut jantung, dan kedua adalah bersifat spiritual, yaitu wadah untuk menerima rahmat Tuhan, dan ini memiliki persepsi sebagai pengetahuan, ma’rifah. Dan didalam hati ini bersemayam Rahsa, yang berbeda dengan rasa biasa( perasaan dalam badan ). Dibagian paling rahasia(halus) dalam hati manusia dinamakan Sirr, dalam konteks mistik islam adalah merupakan tempat penyatuan mistik, dan disebut juga Tahta Kesadaran…
Dan simbol pikiran mengingatkan kembali pada Akal yang membedakan adalah bahwa akal berhubungan dengan otak dan pikiran berhubungan dengan hati sebagai kesadaran…
Kematian Prabu Salya dimaknai sebagai musnahnya kesadaranyang berarti pula musnahnya alam insan (manusia)…
Inilah yang merupaka sebuah posisi pentingnya kesadaran, karena ketika kesadaran hilang artinya sifast sebagai manusiapun lenyap.
Kematian Dursasana…
Dursasana mati sebabnya adalah Pancanaka, makna Dursasana adalah penyebaran kekuatan, sedangkan pancanaka adalah kelima yag sejati dan kuku yang tajam, tajam tidak mengenal tempat, empat mata angin tersebari, jika usnah gerakan dunia akan terhenti…
Kiblat papat ( 4 mata angin ) atau s45p/ empat arah mata angin dan kelima satu titik pusat yang akhirnya melahirkan pasaran lima yaitu Legi, Pahing, Pon, Kliwon, Wage yang masing2 dihubungkan dengan fungsi,warna dan sifat…..dan warna2 inilah itulah adalah saudara ( inilah yang akan keliatan dalam jagat walikan/ dunia yang baka )…saudara2 itu adalah benda yang keluar bersama dirinya, yaitu air ketuban ( kakang kawah), plasenta (ari2), darah dan talipusat…dan dalam sosok Bima ini dilambangkan menjadi pola kainnya, poleng bang bintulu sehingga untuk mempertebal kekuatannya karena selalu disertai sedulur papatnya. Ada konsep juga yang menyebutnya sebagai, 4 nafsu yaitu lawammah, amarah, sufiah, muthmainah…..dan ini semuanya yang membuat manusia memiliki keinginan dan bertindak demi keinginan itu dan nafsu itu dihidupi oleh ruh…
Ruh menyuburkan jiwa (nafs), dan jiwa melahirkan aktivitas2 badaniah didunia yang terlihatr. Ruha dianggap sebagai dimensi yang paling bercahaya dari manusia yang paling dekat pada Tuhan, disebut juga akal, dan salah satu sifat kenabian adalah memberi petunjuk, dalam mikrokosmos petunjuk melekat pada akal, maka akal adalah analog mikrokosmik nabi…
Dan dari sini sisi terang dari simbol rasul yaitu adalah nabi yang disebut juga akal, ruh, atau cahaya…yang bisa menerangi ke segala arah, tajam dan meyilaukan, dapat dilihat dari tempat manapun, cahaya ini menghidupi jiwa2, nafsu2 yang digambarka di 4 arah mata angin dari pancer…bila jiwa2 yang sebagai dasar lahirnya akitivitas badaniah ini musnahmaka pergerakan dunia ( mikro/badan) akan berhenti, artinya aktivitas badan /tenaga tubuh sangat tergantung dari jiwa /nafsu yang dihidupi oleh ruh ( pancanaka )
Kematian Wiku Dahyang Durna…
Maknanya adalah nafsu ‘muthmainah’. Bertahta di negeri Ngatas Angin. Daerah kekuasaannya adalah kemunculan nafas di hidun. Pembunuhnya adalah Dhustajumena berasal dari dhusta, artinya ‘pencuri’ (dan) jumena artinya ‘menurut pada kalbu’. Hilang kekhawatiranmu. Jika sudah tumbuh (kemantapan itu maka) akan menjadi habis kekhawatiranmu.
Nafsu sendiri merupakan angkara, khusus nafsu muthmainah bisa menimbulkan watak loba, misal berpuasa tanpa batas kemampuan, tetapi ini berbeda dengan kultur sufisme di dunia arab yang menjelaskan bahwa muthmainah harus dipelihara karena bermakna ‘jiwa yag tentram’ …..sebetulnya kalo di jawa memang penjelasannya lebih terperinci bahwa muthmainah merupakan martabat langit ke 4 sedangkan yang perlu digapai adalah langit ke 7 mi’raj…
Kematian Sengkuni…
Sengkuni di Plasajenar, bima satya yang membunuhnya, dan kematiannya disebabkan oleh senjata Pancanaka. Arti Sengkuni adalah ‘ucapan kata2 kotor yang disengaja ketika mengumpat’. Suaranya hilang masuk kedalam wilayah Ilahi…
Pancanaka adalah memiliki arti 4 nafsu dan 1 ruh. Ruh yang menguasai nafsu inilah yang menhubungkan dimensi Tuhan dan manusia dengan perantara Sirr. Kata2 kotor yang disengaja adalah ungkapan kekecewaan atau kemarahan seseorang karena keadaan tidak sesuai dengan yang diinginkan…dan keadaan perasaan yang tidak menentu ini terjadi dalam hati dan diistilahkan sebaga ‘Hawa’…
Tokoh Bima sendiri memberikan simbol tersendiri pada masyarakat jawa dengan ilustrasi2 sebagai figur kasar, perkasa, penolong dan guru tanpa guru atau bahkan sebagai penolong dan pengruwat.
Seluruh gejala dari tubuh adalah tanda aktivitas nafsu, termasuk ungkapan kekecewaan itu, dan nafsu itu dikuasai ruh, dan ruh merupakan perantara bagi manusia untuk masuk kedalam wilayah Ilahi dengan demikian kematian Sengkuni bermakna musnahnya aktivitas ungkapan kekecewaan yang akan memalingkan hati dari ketetapan Ilahi.
Kematian Seta, Untara, Wrasangka…
Ini dibunuh oleh Resi Bisma, arti ketiganya adalah sbb; Seta adalah ‘ nafsu yang tak muncul’, Untara adalah ‘ keingina di hati’, Wrasangka adalah ‘ keingina untuk berusaha’…arti wrasangka adalah berawal dari Muhkamat yang muncul, kemudian sirna jika sudah muncul Amatdiyah…
Ketiga tokoh ini melambangkan ke 3 nafsu selain muthmainah. Kemunculan nafsu2 ini di hubungkan dengan Amatdiyah, Dalam penjabarannya dapat di babarkan bahwa Hyang sukma- Ruh idlafi – Ilapat atau Allah- Nur Muhammad-sirr…dan disinilah istilah Nur Muhammad menunjukkan sebagi ruh penghubung, yang menghubungkan kesatuan mutlak dengan segala sesuatu yang ada menjadi satu kesatuan. Keempat nafsu yang diwakili wrasangka dihidupi oleh ruh. Ini menandakan sifat ketergantungan nafsu dari ruh, sehingga kemunculannya diawali oleh munculnya ‘Muhammad’ sebagai ruh idhafi. Dan menunjukkan Bisma memiliki fungsi yang sama dengan Dhusthajumena yaitu membunuh atau menguasai nafsu…
Kematian Resi Bisma…
Adapun Resi Bisma, Srikandhi yang membunuhnya…sesungguhnya sirmu menerangkan bahwa kamu telah ditolong oleh guru sejatimu. Peristiwa ini sepertinya sir mengadu kepada Nur Muhammad yang menjadi awal mula kehidupan. Musnahlah seluruh bala tentara Kurawa.
Hati atau rasa memiliki objek ruh, ruh berhubungan dengan Tuhan, bertempat di lokus bernama sirr, ada didalam hati, disebut ruh muhammad. Dalam prosesnya penciptaan dunia dikenal adanya istilah ” Hakikat Muhammad ” disebut juga “Nur Muhammad” yaitu Cahaya pra-Penciptaan yang merupakan awal penciptaan. Ruha dalam dunia sastra suluk jawa adalah objek ‘rahsa’ atau rahasia’ dan inilah sarana berkontak dengan Tuhan, dan merupakan ruh kehidupan yang mengalir dari Tuhan tanpa dipisahkan darinya.
Jadi Srikandhi dalam arti sirr, merupakan sarana guru sejati untuk menguasai hati, dan membunuh bisma hanya sebagai sarana bagi sukma Dewi Amba untuk menyatu kembali dengan bisma untuk pergi bersama ke surga…
Kematian Burisrawa…
Beliau dijabarkan sebagai ipar raja Ngastina ( Prabu Suyudana), dan dalam perang Baratayudha digambarkan Burisrawa berhadapan dengan Wresniwira(Harya Sentyaki), burisrawa berarti ‘manusia buruk tanpa ilmu’, keadaan samar menyelimuti. Sentyaki terkungkung kalah dan Raja Dwarawati, Sri Kresna yang merasa iba mengedipkan mata pada Raden Pamadi yang segera melepaskan panag pasopati dan mengenai tengkuk burisrawa, patah dan mati dan maknanya adalah Seseorang yang pulang pada Kegelapan, akhirnya terjadilah kematian.
Digambarkan disini bahwa Burisrawa adalah manusia yang tidak memiliki ‘Ilmu’ yang dijabarkan sebagai bukan hanya intelektual tetapi lebih kepada ilmupengetahuan yang ada hubungannya dengan praktek kehidupan, terutama memahami diri sendiri, kebenaran tentang hidup dan kematian, cara mencari dan menemukan Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan….sifat bodoh yang harus diganti dengan sifat kesempurnaan.
Sehingga dengan memahami keilmuan tersebut kita dapat diharapkan bertindak tanpa nafsu, dan buahnya adalah Keselamatan Moksa ( bentuk meditasi berjalan )…dan ini dapat menjauhkan seseorang dari bahaya neraka …dan hanya orang yang taat dan saleh yang mampu memandang pemeliharaan dunia sebagai sebuah peniruan aktivitas tanpa nafsu dari Tuhan dapat dengan segera membenarkan aksi keberlanjutan…inilah atas dasar ketaatan religius. Dalam kejadian Burisrawa yang mati tanpa pengetahuan yang benar, tidak akan sampaipada paraning dumadi tujuan kehidupan, karena ia tidak tahu jalan kepulangan kepada Tuhan.
Kematian Sentyaki…
Mudah, tertimpa jasad. Jasad keluarga utama yang berarti sesungguhnya adalah kematian seseorang dengan cara yang tidak tepat. Sanak famililah yang memberikan teriakan, mengingatkan jalan (agar dapat) lepas bebas karena didunia berguru pada isi dunia…kalo dalam ragam budaya seperti acara selamat kematian; hari ke1, ke3, ke 7, 40 hari, 1000 hari yang dalam acaranya ada sebuah permintaan maaf atas kesalahan2 dan beban yang belum diselesaikan.
Sentyaki mengisyaratkan kematian yang tidak sempurna, misal akibat kecelakaan dan hali ini disebabkan oleh kebodohan ( sentyaki terkungkung oleh burisrawa/kebodohan), dan biasanya memerlukan sanak famili untuk menunjukkan jalan ke arah Tuhan…
Kematian Suyudana…
Berarti ‘Sukma Luhur’, berkerajaan di Ngastina yang bermakna Rumah akhir Jaman yang direbut oleh Bima dan Parta. Sang Prabu bersahabat dengan kerajaan hitam, kuning, merah dan putih yang berada disekeliling Ngastina. Pada waktu dulu sang Prabu sangat marah mengukuhi kerajaan ngastina yang kemudian direbut Pandawa, artinya bahwa kebanyakan manusia, bukan tanpa halangan jika ingin mati. Ngastina sebebnarnya rumah akhir jaman bagi Pandawa dengan nama lain Bandarullah. Hanya tinggal Sri Nara Nata Kurupati yang masih hidup. Ia di bunuh oleh Bayu suta. Sukma luhur itu sebenarnya sangat lain, yang memerintah dan menerangi kemunculan Rububiyah. Rumahnya saja sudah bagus maka Pandawa masuk negeri ngastina…
Sukma luhur idebtik dengan ruh, sedangkan seluruh nafsu dihidupi oleh ruh, dan tergantung adanya ruh. Ruh adalah obyek rasa atau hati, ruh memiliki tempat dihati. Ngastina identik dengan hati/rasa, pada akhirnya hati di kuasai oleh pengetahuan/kesadaran tertinggi ( bima dan parta) yaitu ilmu yang menyangkut wilayah keIlahian. Ketika hati bersih dari segala macam kotoran, ruh menantikan kehadiran sumber pengetahuan sejati (rububiyah) kuasa ilahi (bima). Setelah ruh benar2 diterangioleh rububiyah kemudian ruh memasuki dunia fana, dan yang menjadi tujuannya hanyalah Allah semata (bandarullah)
Perang…
Pengartian perang dalam baratayudha masih berhubungan dengan makna kematian, karena arti kematian tidak dapat dipisahkan dari proses peperangan, kadangkala peperangan identik dengan kekerasan…
Arti bratayudha atau bratapupuh yaitu ‘Sakratul Maut’…yang mengisyaratkan proses penyatuan badan dan sukma, dan penyatuan ini harus diusahakan sehingga sempurna, dan kesempurnaan badan dan sukma identik dengan kesempurnaan keluar masuknya nafas. Nafas adalah titik hubung penting antara diri dengan tubuh, pengaturan nafas digunakan untuk membersihkan urat2 syaraf dan memeberikan daya kekuatsn pada pusat tubuh yang halus. Dan bila pernafasan ini sempurna maka seseorang akan dapat menghantarkan diri pada keadaan kesadaran diri akan Tuhan dalam nuansa keabadian ( sukmana) dan inilah yang menjadi prasyarat munculnya Insan Kamil…artinya kita kembali pada fitrah kita sebagai manusia pada saat penciptaan, manusia ideal yang di tetapkan oleh Tuhan…..
ABDI…
Pandawa memiliki abdi yang dinamakan Punakawan yang berjumlah 4 dan berfungsi sebagai penasihat perjalanan. Pandawa tidak akan pernah berhasil tanpa para penasihat itu…dan Pandawa disebut Bandarullah yang dapat ditafsirkan dengan ‘Allah sebagai Tujuan’…Allah menyediakan jalan untuk berjalan kearahNya, dan jalan itu adalah :
SEMAR…( cahaya)
Dalam proses Ketuhanan, cahaya adalah ciptaan pertama yang disebut Nur Muhammad, dan dari sinilah bibit alam raya muncul dan sbg sumber bibit maka disini belum ada ukuran. Cahaya ini adalah hakikat alam raya, seseorang tidak mengerti hakikat dirinya pasti akan sulit menemukan sumbernya, tempat asalnya, dan begitu pula sebaliknya, maka sebagai tugasnya, hakikat inilah yang menuntun manusia untuk memiliki tujuan yang jelas bagi hidupnya yaitu ” Ilahi “.
Gareng…(hati yang bersih)
Prilaku adalah hal yang paling menentukan keberhasilan atau usaha dan kewaspadaan pada hal2 yang akan terjadi disertai perhitungan matang dalam bertindak, ketelitian menentukan pilihan dan kecermatan menentukan langkah adalah hal2 yang membawa diri kita pada kemantapan hati. Dengan hati mantap dan bersih ini, diri dapat bertindak secara tepat dan benar.
Petruk…( ikhlas )
Sifat ikhlas ini ada dalam hati, dan ini menandakan sifat bebas dari perasaan pamrih dan bersedia melepaskan sikap individualistis dan mencocokan diri dalam keselarasan agung alam semesta. Arah yang sama juga di tunjukkan dalam sifat rila yaitu keanggupan untuk melepaskan hak milik, kemampuan dan hasil2 pekerjaan sendiri bila itu menjadi tuntutan tangging jawab atau nasib. Ikhlas dan rila harus disadari sebagai kekuatan yang positif, bukan sebagai menyerah kalah karena menyerahkan dalam penuh pengertian…
Bagong…( tindakan khusus )
Salah satu sikap positif adalah bertindak…dan dari sisi mistik, tindakan khusus yang meliputi puasa atau tirakat untuk bertujuan mendapatkan sesuatu, dalam hal cita2 batin yang positi dan orang ini akan mengerahkan segala daya upaya untuk mencapainya. Orang yang banyak melakukakn tindakan ini akan memiliki pola perilaku yang sama, walaupun dia tidak melakukan laku. Pola yang terbentuk adalah usaha yang keras, konsentrasi, kecermatan, atau ketelitian dan kesabaran, dan ini mendorong prilaku tindakan khusus memiliki keistimewaan yang orang lain tidak banyak memiliki, yaitu sikap keras berusaha, cermat, teliti, penuh, kepasrahan, dll
Jadi masalah kematian dalam suluk bratayudha adalah menyangkut kematian tokoh yang menyimbolkan salah satu unsur dari manusia, seperti sbb;
1. Akal/ pikiran ( Angka Wijaya )
2. Kesadaran ( Prabu Salya )
3. Tenaga ( Dursasana )
4. Nafsu ( Dahyang Durna, Seta, Untara dan Wrasangka )
5. Hati ( Dhusthajumena, Bisma )
6. Kekecewaan/ emosi ( Sengkuni )
7. Kebodohan ( Burisrawa )
8. Cara Kematian ( Sentyaki )
9. Ruh dalam hubungannya dengan Kedirian ( Suyudana)
Inilah kira2 gambaran dari Suluk Bratayuda semoga bisa bermanfaat untuk menjadikan kita sebagai manusia yang lebih baik…

Ramayana

Ramayana konon kabranya diambil dari ceritera yang benar-benar pernah terjadi di daratan India. Saat itu daratan India dikalahkan oleh India Lautan yang juga disebut tanah Srilangka atau Langka, yang dalam pewayangan disebut Alengka. Tokoh Rama adalah pahlawan negeri India daratan, yang kemudian berhasil menghimpun kekuatan rakyat yang dilukiskan sebagai pasukan kera pimpinan Prabu Sugriwa. Sedang tanah yang direbut penguasa Alengka dilukiskan sebagai Dewi Sinta (dalam bahasa Sanskerta berarti tanah). Dalam penjajahan oleh negeri lain, umumnya segala peraturan negara dan budaya suatu bangsa akan mudah berganti dan berubah tatanan, yang digambarkan berupa kesucian Sinta yang diragukan diragukan.
Maka setelah Sinta dibebaskan, ia lantas pati obong, yang artinya keadaan negeri India mulai dibenahi, dengan merubah peraturan dan melenyapkan kebudayaan si bekas penjajah yang sempat berkembang di India. sebenarnya diambil dari ceritera yang benar-benar terjadi di daratan India. Saat itu daratan India dikalahkan oleh India Lautan yang juga disebut tanah Srilangka atau Langka, yang dalam pewayangan disebut Alengka. Tokoh Rama adalah pahlawan negeri India daratan, yang kemudian berhasil menghimpun kekuatan rakyat yang dilukiskan sebagai pasukan kera pimpinan Prabu Sugriwa. Sedang tanah yang direbut penguasa Alengka dilukiskan sebagai Dewi Sinta (dalam bahasa Sanskerta berarti tanah). Dalam penjajahan oleh negeri lain, umumnya segala peraturan negara dan budaya suatu bangsa akan mudah berganti dan berubah tatanan, yang digambarkan berupa kesucian Sinta yang diragukan diragukan. Maka setelah Sinta dibebaskan, ia lantas pati obong, yang artinya keadaan negeri India mulai dibenahi, dengan merubah peraturan dan melenyapkan kebudayaan si bekas penjajah yang sempat berkembang di India.
Dalam khazanah kesastraan Ramayana Jawa Kuno, dalam versi kakawin (bersumber dari karya sastra India abad VI dan VII yang berjudul Ravanavadha/kematian Rahwana yang disusun oleh pujangga Bhatti dan karya sastranya ini sering disebut Bhattikavya) dan versi prosa (mungkin bersumber dari Epos Walmiki kitab terakhir yaitu Uttarakanda dari India), secara singkat kisah Ramayana diawali dengan adanya seseorang bernama Rama, yaitu putra mahkota Prabu Dasarata di Kosala dengan ibukotanya Ayodya. Tiga saudara tirinya bernama Barata, Laksmana dan Satrukna. Rama lahir dari isteri pertama Dasarata bernama Kausala, Barata dari isteri keduanya bernama Kaikeyi serta Laksmana dan Satrukna dari isterinya ketiga bernama Sumitra. Mereka hidup rukun.
Sejak remaja, Rama dan Laksmana berguru kepada Wismamitra sehingga menjadi pemuda tangguh. Rama kemudian mengikuti sayembara di Matila ibukota negara Wideha. Berkat keberhasilannya menarik busur pusaka milik Prabu Janaka, ia dihadiahi putri sulungnya bernama Sinta, sedangkan Laksmana dinikahkan dengan Urmila, adik Sinta.
Setelah Dasarata tua, Rama yang direncanakan untuk menggantikannya menjadi raja, gagal setelah Kaikeyi mengingatkan janji Dasarata bahwa yang berhak atas tahta adalah Barata dan Rama harus dibuang selama 15 (lima belas) tahun. Atas dasar janji itulah dengan lapang dada Rama pergi mengembara ke hutan Dandaka, meskipun dihalangi ibunya maupun Barata sendiri. Kepergiannya itu diikuti oleh Sinta dan Laksmana.
Namun kepergian Rama membuat Dasarata sedih dan akhirnya meninggal. Untuk mengisi kekosongan singgasana, para petinggi kerajaan sepakat mengangkat Barata sebagai raja. Tapi ia menolak, karena menganggap bahwa tahta itu milik Rama, sang kakak. Untuk itu Barata disertai parajurit dan punggawanya, menjemput Rama di hutan. Saat ketemu kakaknya, Barata sambil menangis menuturkan perihal kematian Dasarata dan menyesalkan kehendak ibunya, untuk itu ia dan para punggawanya meminta agar Rama kembali ke Ayodya dan naik tahta. Tetapi Rama menolak serta tetap melaksanakan titah ayahandanya dan tidak menyalahkan sang ibu tiri, Kaikeyi, sekaligus membujuk Barata agar bersedia naik tahta. Setelah menerima sepatu dari Rama, Barata kembali ke kerajaan dan berjanji akan menjalankan pemerintahan sebagai wakil kakaknya
Banyak cobaan yang dihadapi Rama dan Laksmana, dalam pengembaraannya di hutan. Mereka harus menghadapi para raksasa yang meresahkan masyarakat disekitar hutan Kandaka itu. Musuh yang menjengkelkan adalah Surpanaka, raksesi yang menginginkan Rama dan Laksmana menjadi suaminya. Akibatnya, hidung dan telinga Surpanaka dibabat hingga putus oleh Laksmana. Dengan menahan sakit dan malu, Surpanaka mengadu kepada kakaknya, yaitu Rahwana yang menjadi raja raksasa di Alengka, sambil membujuk agar Rahwana merebut Sinta dari tangan Rama.
Dengan bantuan Marica yang mengubah diri menjadi kijang keemasan, Sinta berhasil diculik Rahwana dan dibawa ke Alengka.
Burung Jatayu yang berusaha menghalangi, tewas oleh senjata Rahwana. Sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, Jatayu masih sempat mengabarkan nasib Sinta kepada Rama dan Laksmana yang sedang mencarinya.Dalam mencari Sinta, Rama dan Laksamana berjumpa pembesar kera yang bernama Sugriwa dan Hanuman. Mereka mengikat persahabatan dalam suka dan duka. Dengan bantuan Rama, Sugriwa dapat bertahta kembali di Kiskenda setelah berhasil mengalahkan Subali yang lalim. Setelah itu, Hanuman diperintahkan untuk membantu Rama mencari Sinta. Dengan pasukan kera yang dipimpin Anggada, anak Subali, mereka pergi mencari Sinta.
Atas petunjuk Sempati, kakak Jatayu, mereka menuju ke pantai selatan. Untuk mencapai Alengka, Hanuman meloncat dari puncak gunung Mahendra. Setibanya di ibukota Alengka, Hanuman berhasil menemui Sinta dan mengabarkan bahwa Rama akan segera membebaskannya. Sekembalinya dari Alengka, Hanuman melapor kepada Rama. Strategi penyerbuan pun segera disusun. Atas saran Wibisana, adik Rahwana yang membelot ke pasukan Rama, dibuatlah jembatan menuju Alengka. Setelah jembatan jadi, berhamburanlah pasukan kera menyerbu Alengka. Akhirnya, Rahwana dan pasukannya hancur. Wibisana kemudian dinobatkan menjadi raja Alengka, menggantikan kakaknya yang mati dalam peperangan. Yang menarik dan sampai saat ini sangat populer di Jawa, adalah adanya ajaran tentang bagaimana seharusnya seseorang memerintah sebuah kerajaan atau negara dari Rama kepada Wibisana, yang dikenal dengan sebutan ASTHABRATA.
Setelah berhasil membebaskan Sinta, pergilah Rama dan Sinta serta Laksmana dan seluruh pasukan (termasuk pasukan kera) ke Ayodya. Setibanya di ibukota negera Kosala itu, mereka disambut dengan meriah oleh Barata, Satrukna, para ibu Suri, para punggawa dan para prajurit, serta seluruh rakyat Kosala. Dengan disaksikan oleh mereka, Rama kemudian dinobatkan menjadi raja.
Pada akhir ceritera, ada perbedaan mencolok antara dua versi Ramayana Jawa Kuno. Untuk versi kakawin dikisahkan, bahwa Sinta amat menderita karena tidak segera diterima oleh Rama karena dianggap ternoda. Setelah berhasil membersihkan diri dari kobaran api, Sinta diterimanya. Dijelaskan oleh Rama, bahwa penyucian itu harus dilakukan untuk menghilangkan prasangka buruk atas diri isterinya. Mereka bahagia.
Sedangkan di dalam versi prosa, menceritakan bagaimana Rama terpengaruh oleh rakyatnya yang menyangsikan kesucian Sinta. Disini Sinta yang sedang mengandung di usir oleh Rama dari istana. Kelak Sinta melahirkan 2 (dua) anak kembar yaitu Kusha dan Lawa. Kemudian kisah ini diahiri dengan ditelannya Sinta oleh Bumi.
Kisah Ramayana mempunyai banyak versi dengan berbagai penyimpangan isi cerita, termasuk di India sendiri. Penyebarannya hampir di seperempat penduduk dunia atau minimal di Asia Tenggara. Sedangkan di Indonesia, diketahui sekitar 7 – 8 abad yang lalu, walau sesungguhnya di Indonesia dapat ditemukan jauh lebih dini yaitu sebelum abad 2 Sebelum Masehi.
Ramayana dari asal kata Rama yang berarti menyenangkan; menarik; anggun; cantik; bahagia, dan Yana berarti pengembaraan. Cerita inti Ramayana diperkirakan ditulis oleh Walmiki dari India disekitar tahun 400 SM yang kisahnya dimulai antara 500 SM sampai tahun 200, dan dikembangkan oleh berbagai penulis. Kisah Ramayana ini menjadi kitab suci bagi agama Wishnu, yang tokoh-tokohnya menjadi teladan dalam hidup, kebenaran, keadilan, kepahlawanan, persahabatan dan percintaan, yaitu: Rama, Sita, Leksmana, Sugriwa, Hanuman, Wibisana. Namun disini, kami informasikan tentang Ramayana versi Jawa.
Di zaman Mataram Kuno saat Prabu Dyah Balitung (Dinasti Sanjaya) bertahta, telah ada kitab sastra Ramayana berbahasa Jawa Kuno (Jawa Kawi), tidak menginduk pada Ramayana Walmiki, lebih singkat, memuat banyak ajaran dan katanya berbahasa indah. Di awal abad X sang raja membuat candi untuk pemujaan dewa Shiwa, yaitu Candi Prambanan (candi belum selesai sampai wafatnya raja yang, maka dilanjutkan oleh penggantinya yaitu Prabu Daksa) yang sekaligus menjadi tempat ia dikubur, dengan relief Ramayana namun berbeda dengan isi cerita Ramayana dimaksud.
Ramayana Jawa Kuno memiliki 2 (dua) versi, yaitu Kakawin dan Prosa, yang bersumber dari naskah India yang berbeda, yang perbedaan itu terlihat dari akhir cerita. Selain kedua versi itu, terdapat yang lain yaitu Hikayat Sri Rama, Rama Keling dan lakon-lakon.
Cerita Ramayana semakin diterima di Jawa, setelah melalui pertunjukan wayang (wayang orang, wayang kulit purwa termasuk sendratari). Tapi ia kalah menarik dengan wayang yang mengambil cerita Mahabharata, karena tampilan ceritanya sama sekali tidak mewakili perasaan kaum awam (hanya pantas untuk kaum Brahmana dan Satria) walau jika dikaji lebih mendalam, cerita Ramayana sebenarnya merupakan simbol perjuangan rakyat merebut kemerdekaan negerinya.
Bahwa cerita Ramayana tidak bisa merebut hati kaum awam Jawa seperti Mahabharata, antara lain disebabkan:
Ceritanya dipenuhi oleh lambang-lambang dan nasehat-nasehat kehidupan para bangsawan dan penguasa negeri, yang perilaku dan tindakannya tidak membaur di hati kaum awam;
Ramayana adalah raja dengan rakyat bangsa kera yang musuhnya bangsa raksasa dengan rakyat para buta breduwak dan siluman;
Kaum awam memiliki jalan pikiran yang relatif sangat sederhana, dan berharap pada setiap cerita berakhir pada kebahagiaan.
Yang menarik sampai saat ini di Indonesia (Jawa) adalah adanya suatu ajaran falsafah yang terdapat di Ramayana, yaitu ajaran Rama terhadap adik musuhnya bernama Gunawan Wibisana yang menggantikan kakaknya, Rahwana, setelah perang di Alengka. Ajaran itu dikenal dengan nama Asthabrata, (astha yang berarti delapan dan brata yang berarti ajaran atau laku). yang merupakan ajaran tentang bagaimana seharusnya seseorang memerintah sebuah negara atau kerajaan. Ajaran dimaksud yang juga dapat dilihat dalam Diaroma gambar wayang di Museum Purnabakti TMII (1994 M), yaitu :
Bumi : artinya sikap pemimpin bangsa harus meniru watak bumi atau momot-mengku bagi orang jawa, dimana bumi adalah wadah untuk apa saja, baik atau buruk, yang diolahnya sehingga berguna bagi kehidupan manusia;
Air : artinya jujur, bersih dan berwibawa, obat haus air maupun haus ilmu pengetahuan dan haus kesejahteraan;
Api : artinya seorang pemimpin haruslah pemberi semangat terhadap rakyatnya, pemberi kekuatan serta penghukum yang adil dan tegas;
Angin : artinya menghidupi dan menciptakan rasa sejuk bagi rakyatnya, selalu memperhatikan celah-celah di tempat serumit apapun, bisa sangat lembut serta bersahaja dan luwes, tapi juga bisa keras melebihi batas, selalu meladeni alam;
Surya : artinya pemberi panas, penerangan dan energie, sehingga tidak mungkin ada kehidupan tanpa surya/matahari, mengatur waktu secara disiplin;
Rembulan : artinya bulan adalah pemberi kedamaian dan kebahagiaan, penuh kasih sayang dan berwibawa, tapi juga mencekam dan seram, tidak mengancam tapi disegani.
Lintang : artinya pemberi harapan-harapan baik kepada rakyatnya setinggi bintang dilangit, tapi rendah hati dan tidak suka menonjolkan diri, disamping harus mengakui kelebihan-kelebihan orang lain;
Mendung : artinya pemberi perlindungan dan payung, berpandangan tidak sempit, banyak pengetahuannya tentang hidup dan kehidupan, tidak mudak menerima laporan asal membuat senang, suka memberi hadiah bagi yang berprestasi dan menghukum dengan adil bagi pelanggar hukum.
Prof. Dr. Porbatjaraka, seorang ahli sejarah dan kebudayaan Jawa, setelah membaca kitab Ramayana Jawa Kuna Kakawin, memberi komentar : “Ini merupakan peninggalan leluhur Jawa, yang sungguh adiluhung, cukup untuk bekal hidup kebatinan”. Dalam cakupan luas, pengaruh Ramayana terhadap filsafat hidup Jawa dapat diketahui dari Sastra Jendra, Sastra Cetha dan Asthabrata.
Sari dari Sastra Jendra adalah ilmu/ajaran tertinggi tentang keselamatan, mengandung isi dan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun karena ilmu ini bersifat sangat rahasia (tidak disebarluaskan secara terbuka karena penuh penghayatan bathin yang terkadang sulit diterima umum secara rasional), maka tidak mungkin disebar-luaskan secara terbuka. Sebelum seseorang menyerap ilmu ini ia harus mengerti terlebih dahulu tentang mikro dan makro kosmos, sehingga yang selama ini dipaparkan termasuk melalui wayang, hanyalah kulitnya saja. Sastra Cetha (terang) adalah berisi ajaran tentang peran, sifat dan perilaku raja. Sedangkan Asthabrata telah diuraikan tersebut diatas.
Kisah Ramayana muncul dalam banyak versi, yaitu antara lain di Vietnam, Kamboja, Laos, Burma, Thailand, Cina, Indonesia maupun di India (tempat asal cerita) sendiri. Menurut Dr.Soewito S. Wiryonagoro, di Indonesia sekurang-kurangnya ada 3 (tiga) versi, yaitu Ramayana Kakawin, yang terlukis dalam relief-relief di dinding candi seperti candi Lorojonggrang Prambanan dan Candi Penataran, dan yang berkembang di masyarakat dalam wujud cerita drama.(wayang kulit, sandiwara dan film).
Ramayana dari asal kata Rama = menyenangkan/menarik/anggun/cantik/bahagia dan Yana berarti pengembaraan., yang kisah tersebut ditulis Walmiki dari India sekitar tahun 400 Sebelum Masehi, berbahasa Sanskerta, yang selanjutnya dikembangkan oleh penulis-penulis lain, sehingga minimal juga ada 3 (tiga) kisah Ramayana versi India.
Di jaman Mataram kuna, saat Prabu Balitung (dinasti Sanjaya) memerintah, telah ada kitab sastra Ramayana dalam bahasa Jawa Kuna (Kawi), yang ternyata tidak menginduk pada Ramayana dari Walmiki.
Rame ing pamrih pener
Sepi ing gawe ngiwa
Lajeng tansah pados guru ngilmu
Lambaran kuwating batos
Anggladi piwulanging donya gede
Tatag titis tutus temen ben tinemu